Saat kumulai menulis ini, baru memasuki Syawal kelima. Saat rasanya lelah badanku belum hilang setelah aksi Palestina bersama Serikat Pengemudi Daring (Speed) empat hari setelah lebaran. Tepat di tengah malam sesampainya di rumah, masih menggunakan pakaian rapi dan kaoskaki, aku duduk sambil merasakan lelahnya tubuh di atas kasur menyandar tembok dan menatap ke langit-langit kamar. Sebelum menghempaskan badan, aku membaca pesan di grup media aksi, salah satu postingan di X “Gaza Hujan Jenazah”.
Sore hari sebelum berangkat menuju co-working space di daerah Menteng untuk briefing bersama tim, aku melihat video sejumlah jiwa yang syahid terpental bersamaan bom zionis yang begitu dahsyat. Iya, itu bukan burung, itu manusia. Gaza, sejak 18 Maret semakin porak poranda dengan eskalasi militer pasukan monyet! Sejak pengkhianatan yang sejuta kalinya, di tengah Ramadan menuju sepuluh hari terakhir, kita merasakan perih yang luar biasa.
Jika aku ingat Ramadan 1446 H, yang ku-highlight adalah waktu yang aku dan teman-teman gunakan untuk memikirkan Gaza. Bagiku, ini adalah proses pendidikan iman dan penguatan aqidah. Ya, Palestina mengajarkanku banyak hal. Jumat, 21 Maret kami merapat untuk beridiri tegak melawan kezaliman di depan Kedutaan Besar AS. Rabu, kami rapat persiapan hingga larut malam, juga dilanjut dengan Kamis. Malam-malam di Ramadan, malam yang sakral. Semoga menjadi nilai ibadah berlipat gandakabuntuk meraih laylatul qadar. Lelahnya terasa. Sampai rumah pukul 12 malam hingga satu pagi. Dari dua hari dengan malam yang pekat ini, aku banyak memohon juga bersyukur Allah masih beri kesempatan padaku untuk melakukan kerja-kerja baik untuk Palestina, dan Ummi yang percaya padaku.
“Kenapa aksinya mendadak?” Siapa yang tahu penyerangan kaum kera ini akan lebih menggila?
MasyaAllah, aksi Jumat di sepuluh hari terakhir Ramadan mencapai lebih dari 11.000 jiwa orang. Padahal, sebelumnya kalau aksi Palestina di hari Jumat tidak pernah mencapai sebanyak itu, hanya 1.000 – 2.000 orang. Allahu Akbar! Aku menduga, masyarakat Indonesia gak mau kelewatan momen Ramadan yang penuh berkah dan gak mau kalah berlomba dalam kebaikan, apalagi untuk Palestina. Sebelum masyarakat pulang kampung, mereka mau berdatangan dari berbagai daerah untuk ikut serta dalam aksi bela Palestina.
Tidak sampai di situ. Malam sidang isbat. Oh, ya sebelumnya ada kabar kalau para pejuang sedang difitnah, pemberitaannya sudah banyak terbit di media luar, namun saja di Indonesia rupanya tertutup dengan begitu banyaknya masalah di Indonesia hehe (ketawa perih). Penyerangan terhadap raykat Gaza yang dilakukan oleh Amerika, ya sudah dengan terang-terangan negara badut ini menunjukan bakti pada ‘tuan’.
Setelah melakukan diskusi evaluasi narasi dan kerja-kerja baik untuk Palestina di Indonesia, kami melanjutkan pembahasan hingga malam. Memikirkan agenda apa yang bisa kita lakukan di momen lebaran. Jangan sampai, kita terlena dengan bahagianya Lebaran, tetapi lupa saudara kita di Palestina justru semakin menderita. Kami berdiskusi ide-ide, sampai pada kesepakatan membuat aksi bersama Speed (Serikat Pengemudi Daring).
Malam terakhir untuk itikaf, pulangnya aku lanjut ke masjid Al-Hijri, aku sudah siap peralatan jika memilih untuk lanjut ke masjid. Dalam beberapa hari tidak berganti tas hehe. Selain itu, aku juga berpikri, daripada membuat Ummi menunggu di rumah sampai tengah malam, aku lanjut saja bablas tidak pulang. Alhamdulillah, nikmatnya.
Dua hari setelah Lebaran, aku kembali berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan pembicaraan rencana aksi Palestina. Stasiun Bogor membludak! Aku melewati dua armada kereta karena terlalu penuh. Menunggu cukup lama hingga hujan turun. Rasanya ingin balik saja ke rumah. Alhamdulillah aku bisa menekan rasa raguku, bismillah aku lanjutkan hingga Stasiun Tanjung Barat dan lanjut pesan ojek online. Berhenti di depan rumah berpagar kayu cokelat. Aku disuguhi kopi oleh Ustaz kami dalam perjuangan, padahal aku bukan penikmat kopi, hanya saja rasa kopi yang dihidangkan dengan hati itu terasa nikmat luar biasa! Lalu melanjutkan dengan makan opor, opor pertamaku di Lebaran, karena Ummi bikinnya semur! hehe
Malam itu kembali turun hujan dengan lebat. Kami di bawah pendopo sambil menikmati setiap derasnya, sambil saling berbicara sedikit ditinggikan karena berlomba dengan suara hujan. Kami pun pulang.
Tepat empat hari setelah Lebaran, kami eksekusi! Dua jam sebelum mulai, kami berkumpul di suatu tempat untuk finalisasi persiapan. Convoy yang seru! Bapak/Ibu Ojol yang rela gak dapat orderan 4-5 jam, meninggalkan rumah yang mungkin masih pada momen kumpul keluarga, masih menikmati kue lebaran bersama anak-anak, tetapi mereka memilih untuk menghidupi semangat pembebasan di Jakarta!
Aksi ini menjdi aksi pertama yang dilakukan oleh lapisan masyarakat pekerja pengemudi online, dan menjadi sangat menarik perhatian. Sepanjang perjalanan, kuperhatikan banyak masyarakat yang antusias. Mereka ikut mengabadikan momen. Aku rasa, aksi di jalan seperti ini sebagai cara untuk memfasilitasi masyarakat yang barangkali belum pernah berteriak “free Palestine” namun hatinya sudah menyimpan rasa prihatin. Karena aksi di jalan ini, mungkin menyadarkan orang-orang yang belum pernah merasakan aksi bersama yang sering diselenggarakan di depan Kedutaan Besar AS atau Monas. MasyaAllah, barakallahu fiikum.
Teman-teman, aku ingin mengingatkan pada diriku sendiri dan kalian. Saat kita sudah mulai jenuh bersuara untuk Palestina setelah rasanya kabar perjuangan di 7 Oktober 2023 menurun, marilah kita bijaksana dalam menyerap informasi. Hari ini, kita bukan lagi yang ikut-ikutan arus orang ngomongin Palestina, tetapi sudah giliran kita yang jadi influencer-nya dengan segala makna.
Jika hari ini kita merasa bahagia akan hidup kita yang rasanya aman-aman saja, maka sehatkanlah jiwa kita. Bagaimana mungkin kita baik-baik saja ketika saudara-saudara kita di Gaza mengalami genosida terbesar abad ini! Ingatlah pesan Syeikh Zain Abu Qudsy, teman; bahwa tidak ada hari raya bagi umat Islam sementara Gaza dibantai. Sampaikan pada umat muslim dunia bahwa kita sedang berkabung!