Istri Nabi yang Kaya Raya

Hari itu, Nabi Muhammad menggigil. “Selimuti aku..selimuti aku..” begitu ucapnya setelah kepulangan dari gua Hira.

Istrinya menyelimuti dengan penuh kasih sayang. Tidak banyak pertanyaan yang terlontar melihat Rasulullah seperti ketakutan. Kemudian, ia berikan ketenangan dan meyakini bahwa yang terjadi pada Nabi Muhammad di gua Hira adalah kebesaran Allah sebagai amanah terbesar di muka bumi ini.

Perkataannya yang menenangkan Nabi, memberikan kepercayaan kepadanya, dan mengantar Nabi menemui pamannya, Waraqah bin Naufal untuk mentalkikan kejadian yang menimpa Nabi. Sungguh sikap yang mencerminkan kedewasan pada sosok perempuan mulia ini.

Tidak berhenti sampai di situ, ia mendampingi Nabi dalam keadaan sulitnya dakwah kepada penduduk Makkah. Bahkan ia serahkan harta yang ia miliki untuk perjuangan dakwah Nabi.

Perempuan yang kaya raya. Siapa gerangan?

Siapa kalau bukan Khadijah binti Khuwailid!

Perempuan pertama yang memeluk Islam. Ia memiliki pikiran yang matang, cerdas, pandai menjaga kesucian, dan tempat ketenagan bagi Nabi.

Ia menjalani diri seorang pemuka perempuan Quraisy. Khadijah perempuan terhormat dan kaya raya. Ia biasa memperkerjakan beberapa laki-laki untuk menjalankan perniagaannya dan memberi upah dengan bagi hasil. Bahkan, perniagaan beliau sangat suskes. Satu kafilah dagang yang ia kirim ke Syam setara dengan konsorsium beberapa kafilah dagang Quraisy.

Sedangkan Nabi, jika dilihat dari segi harta dan kekayaan, ia tidaklah berarti apa-apa. Setelah menikah, Khadijah menjadi istri dan ibu penyayang, lembut, dan tak pernah ragu merelakan hartanya digunakan untuk perjuangan dakwah Nabi Muhammad dalam membela agama Allah.

Ketika Nabi Muhammad mendapatkan intimidasi dan hinaan dari penduduk Makkah, Khadijah membela dan meringankan beban Nabi.

Dari kemuliaan Khadijah, ia menjadi manusia pertama yang mendapatkan salam dari Allah. Kemudian Jibril menyampaikan kepada Nabi bahwa Khadijah mendapatkan sebuah rumah di surga yang terbuat dari bambu tanpa berisik dan tidak melelahkan. Maksudnya adalah istana yang terbuat dari mutiara besar yang berlubang dan luas.

Nah, coba jika kita lihat realita yang ada saat ini. Ketika perempuan berkoar-koar soal gender equality atau kesetaraan gender karena perempuan ingin memiliki hak yang sama dalam berkarya, bekerja, dan berpenghasilan. Semua sah sah saja. Karena perempuan dan laki laki tidak ada batasan untuk berbuat baik di muka bumi ini.

Sehingga, yang perlu diperhatikan, ketika perempuan sudah diberikan kebebasan untuk melakukan yang selama ini dibatasi dengan tebing stereotip masyarakat, jangan sampai membuat perempuan bebas mengatur hidupnya apalagi kalau punya penghasilan lebih banyak dari laki laki atau suaminya. Bisa-bisa berujung perceraian karena gaji suami tidak sebanding atau jauh di bawah si istri sehingga istri merasa dapat hidup sendiri dengan penghasilannya. Contoh yang pernah aku amati di dekatku.

Karena ketika kita berbicara soal kesetaraan gender, adalah laki laki dan perempuan saling berdampingan, menjadi teman bekerja, menjadi satu tim untuk mencapai tujuan yang mulia. Bukan siapa yang paling berkuasa, bukan siapa yang paling borju, bukan siapa yang paling tinggi pangkatnya dalam pekerjaan.

Seperti bunda kita, Khadijah. Coba, kalau dipikir-pikir, ia menikah dengan Nabi yang ketika itu masih belum punya banyak harta, kalau Khadijah sombong atau merasa dirinya orang paling kaya, mana mau sama Nabi ya kan? Tapi, tujuan menikah adalah untuk ibadah dan yakin bahwa Nabi adalah orang mulia sehingga pangkat atau status sosial tidak jadi persoalan. Justru, harta yang Khadijah miliki diserahkan untuk perjuangan Nabi di jalan Allah. Semoga Allah limpahkan kebaikan untuk kita dan keturunan kita kelak. 

Share the Post:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

Bahagia yang Tertahan

Saat kumulai menulis ini, baru memasuki Syawal kelima. Saat rasanya lelah badanku belum hilang setelah aksi Palestina bersama Serikat Pengemudi Daring (Speed) empat hari setelah

Read More »