Normal
0
false
false
false
EN-US
X-NONE
AR-SA
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:0cm;
mso-para-margin-left:21.25pt;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
text-align:justify;
text-indent:-21.25pt;
line-height:150%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:”Times New Roman”;
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:Arial;
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
kisah seseorang yang pernah menganggap telat mendapatkan hidayah. Tetapi memang
tidak ada satu kata telat bagi hamba Allah yang ingin bertaubat. Ini kisah
seorang wanita yang merindukan cinta hakiki yang didasari karena iman. Lagi,
ini kisah seorang wanita yang pernah hampir saja direnggut kehormatan karena
cinta nan semu.
kita mulai cerita ini dengan sama-sama membuka mata hati dengan nur Illahi yang
sudah terang benderang di sekeliling kita, tinggal bagaimana kita mau menyadari
atau tidak cahaya yang sungguh sangat nampak. Benar, dia merindukan hujan yang
mampu mengalirkan dan menghapus kenangannya yang mengotori perjalanan hidupnya.
Hampir. Hampir saja. Untungnya Allah mengirimkan suatu ikatan yang entah apa
namanya yang membuat dia terlena dan melupakan kepahitannya dulu, mungkin
saking manisnya sehingga lupa pernah terluka.
duduk di bangku Tsanawiyah aku menemukan sosok laki-laki yang menjadi orang
pertama yang mampu membuat hatiku senang walau hanya mendengar namanya. Dari
jauh saja jika mata ini melihat sosoknya hatiku sudah berdegup kencang bak
ramainya suara gemuruh saat malam hari raya. Saat itu aku belum mengenal ‘jaga
pandangan’. Jangankan untuk menjaga pandangan, saat tidak melihatnyapun pikiranku
sering terfokuskan tentang dirinya. Entah rencana apa saat itu, dan entah ini
takdir dari Allah atau bukan ternyata dia juga merasakan yang sama seperti apa
yang aku rasakan kepadanya. Pada satu kesempatan kita dipersatukan dalam satu
acara sekolah. Aku dan dia saling tatap dan ada saling melontarkan senyum yang
penuh makna. Singkat cerita, aku dan dia sejak itu mulai sering berkomunikasi
melalui sms. Tidak pernah alfa, pagi, siang, malam, bahkan saling membangunkan
untuk tahajud. Tidak puas rasanya jika hanya sms-an, lalu dilanjut telfon.
Awalnya malu-malu untuk mendengarkan suaranya, tapi lama-kelamaan kenapa jadi
ketagihan dan hamper tiap pekan tak pernah absen untuk membeli pulsa, dan
telfonan menjadi rutinitas di malam hari.
selesai dari telfonan lalu kenapa rasanya ada yang kurang dari komunikasi kita,
karena di sekolah kita malu-malu. Jangankan untuk ngobrol, menatap saja rasanya
tidak berani dan takut dengan ejekan
teman-teman satu kelas. Jadi komunikasi intensif menjadi rahasia kita berdua.
satu malam aku dan dia membuat janji untuk bertemu hanya ada aku dan dia. Kita
bertemu saat pulang sekolah. Kita mencari tempat yang intensitas bertemu dengan
orang yang kita kenal tidak ada. Akhirnya kita menemukan satu tempat yang
menurut kita ‘nyaman’. Di pertemuan pertama kita biasa-biasa saja hanya
membicarakan tentang rencana sekolah setelah lulus Tsanawiyah. Dia menceritakan
keinginan untuk pindah di sekolah Negeri sedangkan aku memutuskan untuk masih
di sekolah yang sama. Jujur hatiku kecewa mendengar keputusannya yang tidak
lagi satu sekolah denganku, itu berarti aku dan dia akan sangat sulit sekali
bertemu. Detik-detik memasuki bangku Aliyah aku dan dia tidak ada
henti-hentinya untuk ‘janji’ agar tetap setia dengan perasaan masing-masing.
Dia berjanji tidak akan melupakan bahkan meninggalkan aku, begitu juga aku yang
akan terus menjaga perasaan untuknya sampai kapanpun. Yang lebih dalamnya
adalah kita membicarakan ‘masa depan’ lima sampai sepuluh tahun mendatang.
Rasanya aku benar-benar percaya dengan apa yang dia ucapkan dan aku merasa
senang karena diberikan janji setia darinya. Dia yang sudah aku tidak suka lagi
seperti dulu tetapi sayang atau bahkana mungkin ‘cinta’semakin dalam.
waktu dimana aku dan dia harus berbeda sekolah. Jarak sekolahku dengan sekolah
dia tidak terlalu jauh, jadi masih bisa
bertemu saat berangkat sekolah. Dia jalan kaki melewati sekolahku sehingga aku
dan dia masih bisa merencanakan secara langsung untuk bertemu setelah pulang
sekolah dihari itu juga. Pada satu kesempatana aku dan dia bertemu di tempat
yang sama seperti awal kita bertemu yang membedakan dengan yang pertama adalah
kita sudah beda sekolah. Kita membicarakan keadaan dan kondisi kelas
masing-masing. Bertemu menjelang shalat Ashar dan kita menyempatkan untuk
shalat terlebih dahulu. Setelah shalat Ashar aku menelusuri jalan yang semakin
gelap. Perlahan dia memegang tanganku yang katanya ingin menjagaku agar tidak
ketakutan, aku tersenyum. Kita berhenti di satu tempat yang sepi. Setan mulai
menggoda lebih jauh karena dia sudah berhasil membuat aku menerima sentuhan
tangan dari dia yang saat itu aku sangat menyayanginya. Aku membiarkan dia
mengusap pipiku, lalu bibir dan dia menciumku. Aku pikir hanya pipi jadi tidak
apa.
cerita kita menjalani hari-hari penuh warna hingga sekitar tiga tahun. Di akhir
bangku menengah atas tiba-tiba saja tanpa aku tahu sebabnya dia mulai menjauh
dariku. Padahal sudah banyak kejadian-kejadian yang aku jalani bersamanya. Aku
seperti mengemis agar dia bersikap seperti biasanya, tetap tidak bisa, dia
benar-benar telah berubah dan akupun tidak tahu alasan jelasnya
ada lagi kabar sedikitpun darinya bahkan saat aku menanyakan ke teman-teman
terdekatnya mereka juga tidak tahu karena dia benar-benar orang yang intropert. Aku coba sms dia
berkali-kali tidak ada balasan, aku hubungi nomor handphonenya tersambung
tetapi tidak dijawab, aku buka facebook dia tapi tetap tidak ada kabar
sedikitpun darinya. Aku benar-benar frustasi, galau, stress, apalah
semua perasaan hancur yang aku rasakan saat itu. Aku merasa benar-benar di
dunia ini tidak ada yang peduli terhdapku. Aku ingin menceritakan kekecewaan
pada orang tua rasanya aku malu. Aku butuh teman bahkan mungkin sahabat yang
mampu mendengar keluh kesahku saat itu.
saat aku benar-benar sedih aku merasa bahwa sahabat adalah orang yang berarti.
Menginjak bangku kuliah aku dipertemukan dengan teman-teman yang mampu
menguatkan. Tapi aku baru sadar ketika aku sudah mengalami satu titik dimana
aku benar-benar merasa susah move on dari masa laluku. Aku dan dia semakin
jauh jaraknya. Aku masih saja sibuk memikirkan dia. Aku mengurung diri dari
tiga sahabat yang sejak lama bersama. Saat libur semester aku pulang dan aku
mendapat kabar pula bahwa dia sedang berlibur di Bogor. Hatiku kembali
bergejolak ingin bertemu dengannya, ingin meluapkan kerinduan yang mendalam.
Aku menangis di satu malam. Menangis seperti orang yang tak memiliki iman. Aku
tidak bisa memejamkan mata sama sekali pada malam itu. Sekitar pukul satu dini
hari aku membuka handphone yang masih sama, tidak ada satupun pesan yang
datang darinya. Jari jempolku memilih untuk membuka BBM dan pada satu kolom aku
menuliskan satu kalimat yang menggambarkan suasa hati. Kurang lebih seperti ini
isinya: “Ini hanya masalah waktu. Pasti indah pada waktunya”. Setelah
itu aku hanya terdiam menatap kosong hasil kalimat yang aku buat. Sekitar tujuh
menit setelah itu suara BBMku bunyi, ada perasaan sedikit terobati dari rasa
sepi dan sedih. Sahabatku. Dia mengomentari statusku, “Hannya bagi orang-orang
Kristen yang menganggap bahwa akan indah pada waktunya karena itu tercantum
pada kitab suci mereka. Bagi muslim semua waktu adalah milik Allah dan semuanya
baik.” Begitulah kira-kira isi pesannya. Jujur aku binugung harus membalas apa.
Aku hanya memberikan emoticon smile yang sebelumnya aku ketik ‘hehehehe’.
ko belum tidur? Kamu lagi sedih ya?”
lagi memikirkan sesuatu. Bukan sedih bahkan aku hancur”
Bah.. coba kamu cerita sama aku siapa tau aku bias bantu”
untuk diceritakan. Aku lagi benar-benar sakit hati sama dia”
Dia yang pernah kamu certain itukan?”
dia. Sekarang dia lagi di Bogor. Aku kangen sama dia.”
kalau kamu ketemu sama dia kamu mau apa?”
mau bilang kalau aku masih sayang sama dia dan aku mau tanya alasan kenapa dia
ninggalin aku”
kamukan pernah bilang sama aku kalau perempuan sebesar-besarnya fitnah, kamu
masih ingatkan?”
aku ingat. Tapi aku gak kuat kangen sama dia”
Kalau kamu mau ketemu sama dia ya silakan saja. Asal nanti kamu harus terima
risikonya sendiri ya. Kalau dia udah gak sayang kamu kamu pasti bakal tambah
gak karuan, nah kalau dia masih sayang lantas dia bilang terus kalian mau apa?
Kamu mau hubungan lagi sama dia kaya dulu? Kamu bakalan hilang kehormatannya,
kamu mau?” Ratna menasihatiku.
pernah sama-sama janji bakalan saling menguatkan. Kita juga sudah janji unutk
tidak lagi berhubungan dengan laki-laki yang bukan mahram kitakan? Kamu sendiri
yang bilang kalau kita tidak boleh mendekati zinah, kamu hafal betulkan dalil
al-Qur’annya? Lantas kenapa kamu jadi Muslimah lemah seperti ini?” aku belum
sempat membalas pesan Ratna tetapi dia terus mengirim nasihatnya. Aku sempat
tersentak dengan kata-kata Ratna. Aku sempat kesal dengannya, aku merasa dia ‘sok’
menasihatiku, padahal dia juga belum sempurna sama sepertiku.
kenapa belum tidur Ratna?” tanyaku mengalihkan
rela gak tidur asal kamu bias tenang dulu. Kamu ambil air wudhu lalu lanjutkan
shalat malam ya. Aku juga mau tahajjud sekarang, ayo sama-sama ya.”
Ratna”
niat karena Allah walaupun sangat berat untuk melangkah mengambil air wudhu aku
tetap memaksakan langkah. Aku shalat Tahajjud di antara kesunyian. Aku
mendengar suara keheningan malam menyelimuti saat itu. Begitu tenang dan aku
terlena dengan pelukan hangat saat aku sedang khusyuk menunaikan Tahajjud.
Setelah tahajjud aku meneruskan berbincang dengan Ratna di BBM.
aku merasa setan telah berhasil menguasaiku sebelum aku tahajud. Terimaakasih
ya sudah mengingatkan. Jangan bosan menegur jika aku salah”
sayang kamu Taibah, sungguh sangat sayang kamu. Aku gak mau lihat kamu sedih
apalagi Cuma gara-gara laki-laki. Maaf ya Taibah aku belum bisa jadi sahabat kamu
yang baik sehingga kamu belum bisa kuat. Karena aku menyadari bahwa jika
sahabat kita masih suka galau berarti sahabat yang lainnya belum bisa menjadi
contoh yang baik pula.”
andai malam itu kamu berada di dekatku, aku akan memelukmu dan menagis di
pundakmu dan mengucapkan banyak terimakasih. Malam itu perasaan galauku hilang
seketika. Aku merebahkan badan ke kasur dan melihat langit-langit atap kamar.
Aku membayangkan kebahagiaan bersama sahabat-sahabat terbaik, Ratna, Dita, dan
Siti. Mereka bagaikan anak tangga yang rela sakit untuk aku injak agar aku
mampu bangkit. Kita sering makan satu bungkus ber-empat, sharing tentang
masalah masing-masing, saling moyokin kalau ada laki-laki lewat yang ditaksir Dita,
ketawa dan nangis juga kita pernah satu waktu. Belajar bersama hingga larut
malam, tahajud dan tilawah bersama, banyak hal bersama mereka yang jauh lebih
indah.
membuka galeri di handphone mencari foto kebersamaan aku dan ketiga sahabat.
Aku memperhatikan senyum-senyum yang merekah di bibir mereka. Pelukan di foto
itu terasa lagi ditubuhku begitu hangat dan penuuh cinta. Saat aku sakit mereka
orang pertama yang memperhatikan dan menjenguk karena akau jauh dari orangtua.
Kenapa aku baru menyadari ukhuwah manis ini sekarang, kenapa gtidak dari dulu
saja. Kenapa aku baru menyadari mereka sangat menyayangiku sedangkan aku tidak
bersyukur, kenapa aku egois sekali. Aku hanya fokus pada satu orang yang sama
sekali tidak memperdulikan aku, kenapa aku fokus dengan dia yang sama sekali
tidak memikirkan aku, kenapa aku rela mengeluarkan air mata hanya untuk orang
yang sama sekali tidak pernah ada rasa kasihan sedangkan aku memikirkan
sahabat-sahabatku yang sudah jelas sangat peduli terhadapku saja hanya ketika
aku butuh, bahkan mereka tidak pernah putus asa membuat aku merasa nyaman.
memang sering sekali melupakan nikmat yang ada didekatnya, padaal itu sangat
jelas terasa. Manusia sering uruing-uringan karena merasa kekurangan. Dan aku
adalah salah satu dan manusia paling utama yang kurang rasa bersyukur karena
aku memiliki ukhuwa yang erat dengan sabat-sahabat.
suatu siang aku sedang bersama mereka. Sambil menunggu jam mata kulia aku
membuka goole crome dan meliat dinding facebook. Di beranda facebook terdapat
foto seorang laki-laki dan perempuan dengan memakai celana jeans, kaos mera dan
kerudung sedanya sangat dekat denan laki-laki di sebelanya. Awalnya aku tidak
mengenali sosok laki-laki itu, tapi yang membuat aku sadar akun perempuan itu
menandai facebook laki-laki tersebut dan ternyata itu dia. Desiran darah
semakin kencang bahkan bisa terasa alirannya, jantung entah menapa berdetak
sekencan-kencannya. Tetapi ada satu hal yang aku syukuri. Lidah dengan spontan
beristighfar dan keluar dari beranda
facebook. Banyak hal tergambar dalam memoriku. Ada rasa kecewa karena kedekatan
dia denan perempuan lain, tapi ada hal yang sangat penting, yaitu rasa syukur
karena suda ditingalkan dan terjauh dari maksiat. Setidaknya dia sudah berani
dekat-dekat dengan perempuan lain, lalu apakah aku jua mau jadi seperti itu
yang mudah saja didekati? Untung saja Allah memenakdirkan aku berpisah dengan
dia. Lagi-lagi aku sangat bersyukur rencana Allah yang awalnya aku kira tak
adil ternyata baik. Sahabt-saabatku mengetaui hal yang baru saja terjadi,
mereka menghampiri dan menanyakan kabar hatiku. Aku mengatakan aku sangat
baik-baik saja karena ada mereka yan menjadikan aku kuat. Karena ikatan ukuwa
bersama kalianlah alasan aku untuk terus bersyukur. Mereka yan pernah aku
lupakan hanya karena cinta yan semu.
menjadi lebih berwarna. Kita sama-sama memperbaiki diri dengan membaca
buku-buku bacaan Islami, saling mengingatkan dan saling beriringan mendekatkan
diri kepada Allah. Kita yang ketika melakukan kesalahan akar ditegur secara langsung
dengan penuh kasih sayang. Dalam kedekatan ini aku sangat menakutkan perpisahan
di anatara kita. Imanlah kunci penguatan hati di antara kita.
saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuh, saat salam terasa
menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan, saat pemberian bagai bara api,
saat kebaikan justru melukai, aku tau, yan rombeng bukan ukuwah kita, hanya iman-iman kita yan
sedang sakit, atau mengerdil, munkin dua-duanya, mungkin kau saja, tentu
terlebi sering, imankulah yan compang-camping ( Salim A. Filla)