Assalamualaikum, teman-teman!
Aku lagi kurang waktu buat curhat tapi untuk momen ini sayang banget sih kalau gak aku tulis. Tentunya aku sangat sangat bersyukur untuk kesempatan belajar yang Allah kasih buat aku.
Kalian sudah baca postingan saat aku ikut talkshow Teh Farah Qoonita yang diselenggarakan oleh Keputrian LDK Mercubuana kan? Kalian juga pasti tahu bagaimana aku mengalami syndrom ilmu ilmu sirahnya Teh Qoonita?
Aku merasakan kegalauan luar biasa saat sebelum Taklshow di Mercubuana. Gak galau galau banget, sih cuma merasa ada yang mengganjal aja dalam diriku. Akhirnya aku tanyakanlah keresahanku itu pada kesempatan tanya jawab dengan Teh Qoonita. Tentang paham Feminis, lalu bagaimana seharusnya sebagai Muslimah yang resah melihat kondisi perempuan muslim terseret ideologi tersebut. Lalu bagaimana sebagai aktivis dakwah menanggapi hal semacam itu.
Ada yang disebut dengan garis kanan dan kiri. Mereka sama sama bersikeras memperjuangkan ideologi mereka. Kemudian pada kenyataan ini banyak masyarakat yang diambang kebingungan; mana yang benar atau salah? Sehingga tidak sedikit yang mengambil keputusan yang salah. Lalu tugas para aktivis dakwah harus bisa masuk di tengah tengah, bahkan tidak ekstrim memilih garis kanan dalam artian melawan paham garis kiri.
Apalagi aku yang belum banyak ilmunya, jangan sampai salah langkah. Maka, tugasnya adalah menjadi penengah yang bijaksana. Kita sisipkan pengetahuan tentang Islam yang memuliakan perempuan, tidak perlulah membahas terlalu keras soal Feminisme. Sebab itulah aku memutuskan untuk menjalankan projek #WeAreSahabiah.
Setidaknya aku memberikan kontribusi walau sedikit untuk masalah yang merusak moral umat Muslim khususnya para Muslimah. Aku geram melihat fakta fakta yang ada di tengah masyarakat. Mudah sekali paham kontroversional masuk ke dalam kehidupan masyarakat. Kita seperti kehilangan jati diri Islam karena pudarnya contoh contoh yang patut kita tauladani.
Semangat itu menggerogoti hati, pikiran, dan jiwaku. Aku merasa punya tanggung jawab soal ini. Sebagai Muslimah yang sudah Allah kasih banyak hidayah iman, islam, dan ihsan sudah sepatutnya bergerak menjadi perantara Allah untuk menyisipkan betapa berartinya Islam untuk dijadikan gaya hidup.
Beberapa konten dakwah terutama soal Sahabiah sudah meluncur di akun media sosialku. Tapi aku masih berada pada garis aman. Belum pernah kontenku syahid diblokir Instagram seperti Teh Qoonita saat membahas soal penolakan RUU-PKS. Belum pernah diserang habis habisan sama akun Feminis Indonesia. Iya, aku masih dalam jaaur aman karena ilmuku yang belum banyak.
Dari proses belajarku, rupanya Allah ingin aku lebih belajar banyak. Ada seseorang yang menghubungiku untuk mengisi di acara kampusnya. BEM STIAU Al Hikmah. Awalnya aku minder abis. Cuma aku ingat salah satu bacaanku yang menggambarkan sosok Umar bin Khattab; mengapa kita mundur saat belum punya strategi apa apa?
Akhirnya dengan niat yang besar untuk belajar aku menerima tawaran tersebut. Beberapa lama aku menunggu TOR, akhirnya panitia mengirikan siang itu. Aku membuka file yang mereka kirim, dan aku benar-benar kaget ternyata aku satu panggung dengan Teh Farah Qoonita. Semakinlah aku merasa minder bukan main.
Aku lanjutkan membaca tujuan acara tersebut. Salah satunya adalah agar orang muda mau memperlajari sirah dan mencintai kisah para pejuang Islam. Tujuan lainnya agar orang muda mau berkontribusi untuk negara dan agama sesuai dengan kemampuannya.
Aku melinangkan air mata. Sedih? Iya, sih sedih karena aku merasa kerdil sekali jika harus membuat orang lain mencintai pejuang Islam, sedangkan aku saja belum banyak mengamalkan apa yang aku tahu dari sosok mulia dan aku baru saja memulai untuk belajar.
Nah, itu dia gambar yang diambil oleh panitia. Aku duduk di tengah tengah orang hebat. Teh Farah Qoonita, jurnalis muda Islam yang punya banyak wawasan tentang dunia Islam hingga perkembangan Palestina saat ini yang dijajah Yahudi Israel. Di kananku ada Kak Wildan Nugraha seorang penghafal Alquran yang sudah menerbitkan tiga buku.
Aku menyampaikan seadanya yang aku bisa. Sumber bacaanku saja buku Seni Tinggal di Bumi karya yang teramat keren dari sosok Teh Qoonita. Kemudian aku kembali membaca beberapa koleksi buku yang ditulis Ustaz Salim A. Fillah, buku Sahabiah, dan lain lain.
Materi yang paling ingin aku sampaikan adalah soal projek #WeAreSahabiah dan isu rokok di Indonesia. Kedua hal tersebut aku sampaikan setelah penjelasan beberapa fakta kondisi umat Muslim khususnya di Indonesia seperti hidangan yang siap disantap dengan rakus oleh musuh musuh Islam.
Kumudian memaparkan contoh contoh pemuda Muslim sebagai tonggak perjuangan Islam di muka bumi seperti Mushab bin Umair, Salman Al Farisi, Muhammad Al Fatih, Bilal bin Rabbah, dan hikmah dari Ashabul Kahfi.
Bagiku, kesempatan ini lebih dari cukup dibanding penghargaan yang panitia berikan. Dengan diberikan kepercayaan, bisa kembali bertemu Teh Farah Qoonita pada situasi yang berbeda (hehehe) sudah menjadi hal terindah di sela sela hiruk pikuk pengerajaan skripsiku. Jujur, satu pekan sebelum acara Talkshow Millenial berlangsung aku sering matikan data setelah Isya untuk berlatih bicara di depan cermin dan menulis beberapa poin materi yang akan aku sampaikan. Aku grogi karena aku akan bersanding dengan guru onlineku, Teh Qoonita hehehe.
Oya, tau gak aku sangat tertegun lho dengan penyambutan panitia acara ini. Mereka sangat memuliakan tamu termasuk aku sebagai pembicara. Aku sempat tanya tanya tentang kampus mereka, apa yang mereka pelajari, dan sebagainya. Seharusnya sih aku tanya tanya mereka setelah aku ngisi kalau tau jawabannya mereka mempelajari tafsir Alquran, kitab Jallalain, dan lain lain hehe. Deg degan sih, parah. Apa atuh aku mah, anak Pendidikan Kimia yang ngomong di depan Mahasiswa yang udah banyak interaksi sama Alquran, sama ayat ayat qauliyah Allah huhuhu.
Nah, ada yang unik lagi nih. Jadi ada salah satu peserta talkshow yang bertanya ke Teh Qoonita soal bagaimana kita mendakwahi orang orang Feminis, Liberal, dan isme isme lainnya. Aku senyum senyum sendiri sih dengar pertanyaannya, karena apa yang dia tanyakan seperti yang aku tanyakan ke Teh Qoonita saat di Mercubuana.Setelah Teh Qoonita jawab aku berbisik ke arahnya, “Teh, pertanyaannya mirip kayak pertanyaanku waktu di Mercubuana, ya” | “Oiya, ya hehehe”.
Acara Talkshow Millenial selesai sekitar pukul 12.30. Alhamdulillah berjalan lancar dan tidak semenegangkan yang aku pikirkan sebelumnya. Aku sangat menikmati acaranya, sehingga aku dapat bahan bakar lagi untuk mempelajarai sebanyk banyaknya pejuang Islam. Memunculkan lebih banyak konten konten berupa cerita Sahabiah dan sejarah Islam lainnya. Karena aku punya amanah untuk menyelematkan generasi muda agar tidak memiliki akhir hidup yang sengsara.
Bukankah kita akan termasuk golongan orang orang yang kita idolakan? Saat ini media sosial membuat para pemuda melenceng, berbalik arah dengan mengidolakan sosok sosok yang melenakan mereka terhadap dunia. Aku khawatir dunia akan semakin berantakan ketika generasi Islamnya lemah. Maka kita harus kembali pada Allah dengan mengikuti bintang bintang akhir zaman.
Semoga Allah selalu melindungi kita dengan mencurahkan hidayah yang menggerakkan hati hati kita untuk memanjat langit. Uhibbukum fillah!