Assalamualaikum, teman-teman! Kembali lagi dengan review materi Sekolah Pemikiran Islam, ya. Kali ini membahas tentang Konsep Diin yang disampaikan oleh Ustaz Dr. Wendi Zarman. Siapakah beliau? beliau adalah Direktur Institut Pemikiran dan Pembangunan Insan Bandung.
Diin artinya agama. Udah pada tau kan, ya? Ya itu arti secara bahasa. Cuma, nih kalau dijabarin lagi kira-kira agama itu apa sih? Udah puluhan tahun kan ya kita mengaku beragama Islam, tapi sebetulnya apa hakikat agama?
Kita ulik dari orang-orang Barat dulu kali, ya.
Pertama, pengertian agama datang dari Freud, seorang psikolog yang mengatakan bahwa agama itu ilusi yang timbul dari keyakinan manusia yang menjadi kenyataan.
Kedua, Emile Durkheim seorang sosilog, katanya agama itu ekspresi sosial masyarakat. yang mengikat individu atau kelompok masyarakat.
Sepakat gak sama pernyatan kedua ilmuwan dari Barat di atas? Oke, tenang-tenang. Mari kita klarifikasi dengan materi yang disampaikan Ustaz Wendi, yuk!
Orang-orang Barat itu kesulitan mendefinisikan agama dan Tuhan. Mereka menganggap agama adalah ilusi yang dihasilkan oleh pemikiran manusia, juga alat kepentingan manusia.
Contoh dari alat kepentingan manusia adalah menggunakan agama hanya untuk pilkada. Banyak pejabat yang datang ke pesantren dan kiyai untuk bisa memanfaatkan suara dari ulama dan pesanten yang banyak suaranya. Ternyata gak cuma di Indonesia aja lho praktik kayak gitu, di luar negeri juga sama hahaha.
Kalau memandang agama hanya ilusi dan kepentingan, jadinya sah-sah aja kalau menganggap semua agama itu bener. Istilahnya tuh plurarisme. Plurarisme dianggap bentuk toleransi. Padahal nih, inti plurasisme agama adalah bahwa agama tidak boleh klaim kebenaran. Orang yang menganut paham ini meyakini kalau semua agama sama sama menuju Tuhan.
Ya pokoknya semua agama tuh sama, walaupun di peringkat tampilan lahiriah, seperti Islam melakukan salat, Nasrani ke gereja, Hindu tarian-tarian, tapi tujuannya pada Tuhan yang sama, istilahnya tuh kayak “banyak jalan menuju Roma” gitu deh!
Tapi kan kita mah gak gitu, ya kan?
Makna Diin menurut Prof. Al-Attas adalah: keberhutangan, kekuasaan hukum, dan penyerahan diri.
Tentang hutang. Hutang di sini adalah hutang manusia kepada Tuhan, dalam hal ini adalah Allah, termasuk di dalamnya hutang kemaujudan (eksistensi) dan hutang pemeliharaan. Dari banyaknya yang Allah kasih dan Allah pelihara untuk manusia, boleh donk Allah punya hak otoritas alias hak Allah untuk memerintah, menghukumi (benar dan salah), mengatur, memberi ganjaran. Maka Diin adalah bentuk kekuasaan-Nya.
Dari keberhutangan inilah adanya hubungan menguasai-dikuasai. Manusia, yang berhutang terikat dengan aturan sang pemberi hutang, sehingga manusia tidak bisa hidup semaunya.
Nah, orang-orang yang mengakui keberhutangan ini, adalah mereka yang bersyukur. Makna syukur adalah perkataan dan perbuatan yang tulus dan ikhlas sebagai bentuk balasan kebaikan pihak lain, sedangkan manusia yang mengingkari keberhutangan adalah manusia yang kufur.
Manusia derajatnya akan tingggi ketika dia menghamba kepada Allah. Dalam penyerahan diri kepada Allah pun, kita harus ketahui syarat-syaratnya ya!:
- dialakukan dengan segenap jiwa dan raga, karena manusia tidak punya apa-apa
- setiap pengembalian hutang menghasilkan balasan (laba)
- hidup di jalan Allah bak perniagaan. Pemodal dan pembelinya sama, yaitu Allah
sebagaimana pengalaman kebudayaan Barat tidak tepat diadopsi dalam agama Islam. Hal ini
tidak berarti bahwa Islam menafikannya, dan tidak berarti bahwa kaum muslimin tidak boleh
berubah dalam cara hidup mereka. Namun, sikap, serta pandangan hidup, dan amalan, serta
tujuan hidup, kepercayaan, serta anutan tidak harus berubah, berkembang, dan membangun.
Kalaupun terjadi selalu merujuk pada pemulihan ajaran murni agama.