Tak Ada yang Sia-Sia

Suatu nikmat luar biasa menurutku adalah Hidayah. Hidayah itu datangnya dari mana saja, dari hal yang awalnya tidak kita sangka-sangka, bahkan dari hal yang membuat kita tak percaya, atau mungkin dari sesuatu yang tak masuk logika dan…….. bisa jadi dari seseorang yang membuat kita patah hati dan terluka. Semua sesuka Allah mau bagaimana, dan kita? Kita harus selalu berbaik sangka pada-Nya.

Jatuh Cinta. Jatuh itu memang sakit, tapi yakinlah cinta begitu indah. Jadi yang membuat kita sakit, bukan cinta namanya. Karena cinta adalah menerima tanpa keterpaksaan. Cinta indah tiada tara. Begitu pula Allah menunjukkan Rahman dan Rahim-Nya, itulah bukti cinta kepada ummatnya.

Aku akan menceritakan sedikit pengalaman dua orang yang semoga saja dapat diambil menjadi pelajaran berharga. Karena penglaman adalah guru terbaik, bukan? walaupun bukan pengalaman pribadi, tapi apa salahnya kita belajar dari pengalaman orang lain 🙂

Kisah Pertama :

Tiga tahun dua insang yang belum diikat dengan ijab dan qabul saling menyimpan rasa, mereka mengikuti hasratnya untuk membentuk suatu janji untuk tidak saling meninggalkan, saling sayang, dan embel-embel lainnya. Hari demi hari mereka jalani, mereka menjadi Kakak- Adik ‘ketemu gede’. Banyak hal mereka jalani. Hingga pada suatu saat, si laki-laki berubah sikap tanpa sebab yang jelas hingga membuat si wanita hancur hatinya. Sebab itu, si wanita menjadi manusia yang tidak memiliki Allah. menangis di saat orang-orang sudah tertidur lelap di atas kasurnya, hari-hari menjadi tak bergairah. Si wanita mengemis agar laki-laki yang dulu perhatiannya melebihi keluarganya agar kembali seperti dulu yang selalu diharapkannya. Tetapi tidak ada respon yang baik dari laki-laki tersebut, sekalinya ada jawaban, malah membuat hati si wanita menjadi semakin sakit bertubi.

Entah bagaimana ceritanya, si wanita lelah dengan segala kesedihan. Memang agak lama untuk menyadari kesalahannya selama ini, hampir satu tahun menjadi sosok yang terus memaksakan diri untuk kuat menerima kenyataan. Jika lelah rasanya ingin ada laki-laki yang bisa diajak untuk berbagi, jika diam ingin si laki-laki yang dulu bersamanya datang kembali. wanita itu terus memaksakan diri. membaca berbagai buku, quote di berbagai sosial media, mengikuti kajian, dan lain sebagainya. Hingga wanita tersebut benar-benar menyadari kesalahannya, bertauba kepada Allah, lalu berhijrah mencoba untuk taat kepada-Nya.

Cerita Kedua :

Hubungan yang tidak banyak berbeda dengan cerita pertama. Dua orang yang mengaku ‘saling cinta’. Merekapun awalnya berjanji untuk saling setia, dan segala ‘tetek bengeknya’. Pun mereka menghabiskan waktu bertahun-tahun lamanya, hampir empat tahun, Si wanita sudah merasa gersang dengan hubungan tersebut, ingin segera lepas, ingin menjadi sosok yang lebih taat pada Rabbnya. Tapi kemauan keras untuk memeperbaiki diri hanya berada di pihak si wanita saja, sedangkan laki-lakinya terus menerus mengejar wanita tersebut. Bukan menyalahkan di antara mereka. tetapi, tetaplah wanita pada naluri yang memiliki hati yang lembut. Dia merasa iba kepada laki-lakinya. Dia masih menangapi walaupun hatinya tidak ingin. Dia bingung untuk mengakhiri harus seperti apa. Dia sudah sering merencanakan sesuatu, bahkan sudah merangkai kata-kata untuk dilontarkan ke si laki-laki. Dia terus berdo’a agar Allah membukakan hati laki-laki tersebut agar mampu memahami niat baiknya.

Hikmah :

Aku tdak akan panjang lebar membahas.
Untuk kisah pertama, barangkali di antara kita ada yang mengalami seperti kisah tersebut maka bersyukurlah. Kenapa? karena Allah sudah menggerakkan hati laki-laki terebut untuk meninggalkan wanitanya sehingga wanita tersebut sakit hati, dan dia berusaha mencari jalan keluar atas kesedihannya. Coba jika tidak? jika Allah biarkan mereka saling berhubungan, maka dosa  akan menumpuk di diri mereka berdua. Sakit hati sekarang belum seberapa, jika dibandingkan dengan murka Allah kepada kita, benar? (Wa Allahu a’lam). sedangkan untuk kisah kedua, betapa terkukungnya wanita tersebut. Ingin segera menyudahkan tetapi laki-lakinya masih saja mempertahankan, memang sama sama sakit, tapi bersyukur bila ada diposisi kisah pertama, tapi bukan berarti kisah kedua tidak ada hikmahnya. Hikmahnya dalah jangan sekali-kali kita mencoba untuk membangun hubungan seperti kedua kisah di atas, karena jika sudah ‘terlanjur’ terkadang susah untuk lepas, menyesal akhirnya. Karena semakin hari, semakin lama, malah semakin sulit untuk melepaskan dan menerima kepergian, karena banyak kenangan yang membuat kita selalu ingat.

jangan takut untuk mengambil keputusan jika tujuannya adalah mendekatkan diri pada Allah. melangkahlah tanpa ragu, tanpa berpikir mengulang. Karena jika ditujukan segalanya untuk Allah tidak akan ada yang terzholimi.

Dariku,
yang sedang menunggu, pada penantian, berproses dengan ditemani Rabb Maha Cinta– aamiin 🙂

Share the Post:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

Bahagia yang Tertahan

Saat kumulai menulis ini, baru memasuki Syawal kelima. Saat rasanya lelah badanku belum hilang setelah aksi Palestina bersama Serikat Pengemudi Daring (Speed) empat hari setelah

Read More »