Aku mulai suka dengan pembuatan ilustrasi setelah aku dikenalkan oleh adik mentoring Medibang Paint.
Awalnya cuma gambar-gambar biasa aja di sketch book atau kertas bekas laprak hehehe.
Dan aku sangat menikmati belajar ini. Sangat menikmati. Kenapa? Karena aku ingin produktif menghasilkan karya untuk dakwah di media sosial.
Kenapa harus berkarya di media sosial? Aku hanya ingin semakin memperluas kebermanfaatan diri saja.
Kata guruku saat di Madrasah, orang telanjang di pasar mungkin hanya dilihat oleh orang yang ada di sekitarnya saja. Tapi, orang yang telanjang di media sosial cakupan orang yang melihatnya tidak terbatas. Memang agak ekstrim sih, contohnya. Tapi, seperti itulah nyatanya. Di media sosial, kita gak pernah tau siapa saja yang melihat konten yang kita upload selain following kita. Terlalu bebas dan luas.
Setelah belajar membuat beberapa konten, aku sering belajar dari akun akun dakwah yang menciptakan karya ilustrasi. Pertanyaan pertanyaanpun membendung dalam pikiranku. “Bagaimana ya caranya bikin ini?”, “Oh, iya keren juga kalau paduan warnanya kayak gity”, “Gimana ya biar punya karakter sendiri?”, “Kok aku masih kaku, ya? Gimana biar gak kaku?”
Jadi, banyak belajarnya otodidak lihat contoh contoh.
Untuk menciptakan konten yang detail aku mengira harus menggunakan tab atau pentab. Sedangkan untuk punya alat tersebut harus nabung, karena masih banyak kebutuhan. Awalnya sih aku sempat minder kalau karya ilutrasi aku biasa-biasa saja.
Sudah lama sih, aku menginginkan pentab, tapi atas izin Allah aku belum bisa memiliki saat ini. Dan aku berusaha untuk menerima.
Ada satu pesan yang sangat berharga buat aku dari seorang teman. Kita pernah sama sama berproses di Bidang Media LDK Syahid. Software di laptopnya sudah memadai untuk pembuatan konten yang keren!
Berawal dari ceritaku, kalau aku ingin belajar ini dan itu.
“Kita semua bertahap. Dari kesederhanaan dulu, dari apa yang kita punya dulu. Nanti kalau udah mempuni, rejeki kita ditambah, kapasitas kita juga bertambah.”
Memang benar, kita sering mengeluhkan sesuatu yang kita tidak miliki tetapi kita perlu tahu kalau kita memiliki apa yang diimpikan banyak orang. Kemudian Teh Qoonit membeerikan nasihat cinta lewat bukunya. “Berapa banyak orang yang laptopnya senilai puluhan juta rupiah, dilengkapi puluhan software canggih, dengan processor paling mutakhir, tapi tak mampu produktif berkarya.”
“Berapa banyak orang yang tinggal dalam apartemen nyaman dan mewah, tapi tak mampu membuat karya sefenomenal tafsir Fizhilali Quran, yang bahkan ditulis di dalam penjara lengkap dengan siksaan.”
Ternyata, berkarya bukan tentang seberapa lengkap fasilitas yang kita miliki. Bukan tentang seberapa mahal peralatan yang kita punya. Tetapi tentang paduan keimanan, yang berpadu dalam ketaatan. Seberapa besar keinginan untuk menjadi diri penuh manfaat.
Kau tahu tidak?
Ada teknologi yang amat canggih, yang sering tidak disadari manusia. Letaknya sangat dekat, harganya tak ternilai, bahkan sudah ada sejak jutaan tahun lalu, tetapi sering tidak dimanfaatkan dengan baik.
Teknologi itu bernama ‘tangan’.
Hebatnya tangan adalah mampu membantu ulama terdahulu menciptakan ratusan buku dengan tangannya. Bahkan untuk menduplikasikan buku harus ditulis ulang. Dulu tidak ada alat photocopy atau scan seperti sekarang ini. Bukti seperti itu dikarenakan semangat yang datang dari iman.
Bahkan Abu Sa’d As-Samani produktif menulis tanpa 10 jari tangannya.
Maa Syaa Allah, ya!
Lalu apa lagi alasan kita untuk tidak banyak menghasilkan karya?
4 Responses
Masya Allah kaaak😍 Jadi tersemangati untuk berkarya🌻
Alhamdulillaaah 🙂
Masya Allah kaaak😍 Jadi tersemangati untuk berkarya🌻
Alhamdulillaaah 🙂