Ternyata Harus Siap, Sebelum Dapat

Dari hidup yang penuh dengan kerelatifan, kita memang diminta buat menerima perbedaan dari segala kenyataan. Aku juga yakin banget sama setiap proses orang itu bermakna, artinya tidak ada yang sia-sia, tidak ada yang salah selagi apa yang dikerjakan bermanfaat buat dirinya, tentu yang lebih besar, untuk keluarga, dan masyarakat di sekitarnya. Sepanjang hidupnya tidak stagnan alias diam di tempat, itulah tuntutan hidup yang perlu dijalankan sepenuh hati. Dari ketidak pastian dunia ini, kita juga harus saling menghargai satu sama lain, karena yang kita lihat pakai bola mata yang juga makhluk Tuhan, kita tidak bisa menghakimi pencapaian seseorang.

Suatu hari aku bertemu dengan seseorang yang orientasi hidupnya berbeda dari orang-orang kebanyakan. Tidak dengan impian yang ditulis di dinding dengan segala capaian masa depan kayak punya kerjaan mapan, bisa kuliah ke luar negeri, punya duit triliunan. Menurut kamu itu aneh, gak? Awalnya aku merasa aneh, namun semakin ke sini, aku menyadari hal yang besar. Tau gak? ternyata dia ‘hanya’ mau orang di sekitar dia tidak seperti dirinya, sehingga dia bersikeras memotvasi orang di sekitarnya, menulis pengalaman pribadinya, hidup sederhana nan bersahaja, mengikuti apa yang Tuhan minta. Apa sih, hasilnya? Sekarang, dia jadi penulis terkenal dengan branding ‘self improvement’, followers media sosialnya ratusan ribu, diundang jadi pembicara di mana-mana, bahkan sekarang dia punya penerbit buku buat membantu orang-orang yang punya mimpi jadi penulis.

Siapa sangka, orang yang tidak punya mimpi-mimpi besar, dengan ketulusannya menjadi orang bermanfaat, derajatnya Tuhan angkat dengan cara yang tidak disangka-sangka. Aku tidak bermaksud membuatmu jadi enggan membuat daftar capaian masa depan, hanya ingin mengingatkan, bahwa dalam proses hidup kita yang akan ada ujungnya, buat apa dihabiskan kalau bukan bermanfaat buat orang lain.

Aku juga belajar, kalau ternyata Tuhan itu akan ngasih ke kita kalau kita sudah benar-benar siap. Dalam Islam, ketika seorang muslim berdoa, jawabannya ada tiga; dikabulkan, nanti dulu, diganti sama yang lain, jadi tidak ada pilihan ‘tidak’. Dari cerita sosok di atas, aku merasa bahwa dia adalah orang yang sangat terikat dengan doa, dapat menerima kemungkinan yang terjadi dalam hidup; kerelatifan.

Mengakui bahwa diri ini terlambat sangat mudah, dibanding menerima kalau setiap orang punya proses yang berbeda. Ada hal yang awalnya sangat aku sesali. Hari ini baru aku beranikan diri untuk aku bagi ke teman-teman. Bahasa Inggrisku berantakan, aku kehilangan banyak kesempatan baik. Apakah aku kecewa? Aku sangat menyalahi diriku sendiri. Namun, penyesalan itu tidak akan berujung kalau aku tidak mencoba untuk keluar dari kebekuan berbahasa Inggris. Aku mulai merencanakan beberapa tujuan, termasuk mengikuti beberapa kursus, sampai-sampai uang bulananku untuk jajan terpotong banyak. Dalam hatiku, “ini jadi bayaran kalau selama ini aku menyia-nyiakan waktu untuk belajar”. Padahal, waktu tidak bisa dibeli dengan uang, bukan?

Bulan-bulan pertama, aku merasa sangat ambisius, selain ikut program satu tahun aku juga bergabung di kelas yang bayarannya juga cukup mahal. Lagi-lagi, karena aku merasa sudah cukup lelah dengan segala penyesalan. Niatku coba diubah kalau belajar bahasa Inggris biar bisa menyebarkan kebaikan lebih luas. Aku berpikir, masa sekarang ini sudah lebih canggih, banyak media yang membantu kita terhubung ke luar batas khatulistiwa. Kalau kita tidak memanfaatkan hal tersebut untuk kebaikan, kan sayang banget, ya! Cara berkomunikasi agar bisa terhubung dengan jaringan yang lebih luas adalah bahasa, dan kita tahu bahasa internasional adalah bahsa Inggris. Sehingga itulah orientasiku sekarang.

Judul tulisan ini, “Ternyata Harus Siap, Sebelum Dapat” ini lah kuncinya. Ketika hampir selesai satu tahun aku belajar bahasa Inggris di suatu program, aku mendapat kesempatan dengan dua temanku untuk mewakili Indonesia menjadi Campaign for Tobacco Free Kids’s Asia Young Ambassadors Summit 2023 dan melakukan workshop di Thailand bersama dengan teman-teman dari berbagai negara di Asia. Apakah sebelumnya aku pernah berpikir bahwa aku akan memiliki kesempatan itu? Tidak sama sekali, tapi itu menjadi satu dari ambisiku dahulu. Ituah mungkin jawaban doa; tunggu dulu, karena kamu baru siapnya sekarang.

Share the Post:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

Bahagia yang Tertahan

Saat kumulai menulis ini, baru memasuki Syawal kelima. Saat rasanya lelah badanku belum hilang setelah aksi Palestina bersama Serikat Pengemudi Daring (Speed) empat hari setelah

Read More »