Tidak Akan Pernah Selesai Menunggu

Bismillah

Keterbatasan ini membuat aku terkekang untuk…
Sudahlah, ini bukan waktunya menyesali keadaan!

Karena yang berkecukupan belum tentu terpikirkan untuk berbuat;
berbuat kebaikan untuk orang-orang di sekitarnya, untuk masa depan banyak orang.
Air mata ini deras membasahi hati, bibirku riuh mengucap takbir: Allahu Akbar!
bergetar hingga sum-sum tulang belakang, terasa aliran darah mengikuti irama zikir.

Sudah waktunya aku lebih banyak duduk daripada berdiri
walau sebenarnya aku berada di bawah dari sisi yang lain, namun aku bisa merangkak untuk dapat mengerti.
Mendengarkan, merangkul, memeluk erat, memberikan kenyamanan, mengumpulkan kekuatan, lalu berdiri bersama.
“Aku tak akan pergi, sayang!” Seperti Surga yang setia menunggu kita bahagia di sana bersama.

Jadi, aku lebih khawatir ketika kekurangan ini menjadi musibah yang diciptakan oleh diriku sendiri. Aku ingin membuat kekurangan ini adalah ujian; ya, begitulah! “Allah akan menguji pada titik terlemah kita.” begitulah katanya.
Jadi, kekuranganku menjadi kekuatan untuk bisa bangkit. Menjadi orang yang berbeda!

Karena tidak akan pernah selesai jika aku harus menunggu menjadi orang kaya!
Kaya?
Seperti apa kaya itu?
Harta?
Tahta?
Jabatan?
…………

Menjadi kaya dengan segala kekurangan;
dengan alasan itu menjadikan istimewa atas setiap yang aku lakukan
Istimewa bukan kemegahan.
Aku belajar sesuatu yang sederhana namun berkelas untukku; Priceless moment!
Aku akan menjadi orang bermakna untuk banyak orang, bukan orang yang hebat  karena diriku sendiri.

“Apa kontribusimu untuk agama Allah?” Itu saja pertanyaan yang mengancam hati-jiwa-pikiran sepanjang hidupku. Karena aku merasa investasiku untuk membangun rumah di Surga belum seberapa. Padahal aku janji dengan mereka; bahwa aku akan setia seperi Surga yang menanti kita untuk bahagia bersama.

(Air mata malam Kamis, 10 Januari 2018)

Share the Post:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

Bahagia yang Tertahan

Saat kumulai menulis ini, baru memasuki Syawal kelima. Saat rasanya lelah badanku belum hilang setelah aksi Palestina bersama Serikat Pengemudi Daring (Speed) empat hari setelah

Read More »