Perempuan Bisa Jadi ‘Orang Masyarakat’

Di zaman jahiliyah, perempuan dalam kehinaan. Jangankan kesempatan buat belajar, buat punya kehidupan aja gak bisa. Dalam Al-Quran surat An-Nahl: 58-59 Allah mendeskripsikan kondisi perempuan di Makkah sebelum datangnya Islam. Ada tiga poin yang aku coba simpulkan. Pertama, orang tua di masa jahiliyah merasa malu dan murka terhadap anak perempuan. Suatu hari ada seorang laki-laki jahiliyah sedang bercengkrama dengan teman-temannya. Lalu datanglah seseorang yang membawa kabar bahwa istrinya baru saja melahirkan anak perempuan. Muka laki-laki tersebut menjadi hitam, saking marahnya mendengar kabar tersebut.

Kedua, anak perempuan menjadi beban. Setelah mendengar kabar bahwa istrinya melahirkan anak peremuan, dia pun berpikir sikap apa yang akan diambilnya. Akan diapakan anak perempuan yang membawa kesialan? Apa untung yang didapat dari anak perempuan? Anak perempuan tidak akan membantu. Dia hanya akan menjadi beban berat dalam rumah tangga. Menjelang dewasa anak perempuan tidak akan dapat menolong, dan setelah dewasa dia mesti dinikahkan dengan anak laki-laki. Sampai di sana, dia malah menjadi anak orang lain.

Ketiga, seringan-ringannya keputusan membiarkan anak perempuan hidup tanpa kehidupan. Pilihan saat memiliki anak perempuan ada dua, apakah akan dikubur dalam tanah atau membiarkan anak perempuan tersebut tinggal hidup, tetapi disimpan, tidak diperlihatkan kepada orang lain. Menahan anak merempuan dalam rumah, disuruh mengangkat yang berat dan bekerja paksa.

Keadaan berubah setelah risalah Islam melalui Rasulullah saw datang menyelamatkan perempuan. Memang tidak mudah diterima oleh masyarakat Makkah yang berpuluh puluh tahun dibelenggu dengan kebodohan. Ayat pertama yang menjadi pembebasan perempuan adalah Al-Quran surat At-Takwir ayat 8-9 yang artinya, “dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apa dia dibunuh?”

Berat sekali pengaruh ayat ini bagi masyarakat Makkah, terutama masyarakat yang beriman yang telah menyatakan percaya kepada Nabi Muhammd saw. Sejak ayat tersebut perempuan Arab mendapat kembali kepribadiannya. Melihat di dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 71-72, di sana Allah tidak menghinakan perempuan dengan tugas yang berbeda dengan laki-laki, karena baik perempuan ataupun laki-laki beriman memiliki tugas amar makruf nahi munkar.

Ada suatu cerita yang datang dari Asma binti Yazid. Ia datang ke majelis Rasulullah saw. Sebagai perwakilan dari kaum perempuan ia bertanya mengapa ada perbedaan tugas antara laki-laki dan perempuan, contohnya pada peperangan. Kaum laki-laki pergi berperang bersama Rasulullah, namun perempuan menjaga harta dan anak-anaknya di rumah. Rasulullah saw menjawab, “ketaatan dan mengamalkan apa yang diridhai-Nya lebih mengimbangi segala kelebihan yang ada pada laki-laki.”

Jadi, suda jelas ya bagaimana Islam mensejajarkan perempuan dengan laki-laki dari posisi di pandangan Allah dan tugasnya beramar makruf nahi munkar. Namun, di zaman yang modern ini justru terdapat pola pikir yang kolot, seakan perempuan kembali pada masa terpuruk dan butuh dibela mendapatkan haknya. Padahal, sekitar 1.400 tahun lalu perempuan menjadi mulia berkat datangnya Islam.

Aku mengambil kutipan dalam buku “Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan.” Di dalamnya tertulis, “Hanya perempan yang tidak sehat jiwanya yang akan inkar terhadap pembagian tugas. Ia kasak kusuk mempertontonkan diri ke luar meminta persamaan hak dengan laki-laki sedangkan dia tidak kenal lai di mana batas haknya.”

Aku menitik beratkan pada ayat yang telah disebutkan di atas, bahwa perempuan dan laki-laki tugasnya sama, yakni beribadah. Perempuan tak perlu riuh menggugat hak, sampai tidak kenal lagi di mana batas hak tersebut. Hak dan kewajiban yang sama, bukan berarti harus sama-sama memilkulnya. Meskipun sama-sama berkewajiban, pekerjaan harus dibagi.

“Karena ketaatan dan mengamalkan apa yang diridhai-Nya adalah lebih mengimbangi segela kelebihan yang ada pada laki-laki.”Buya Hamka.

Adapun tugas yang diemban perempuan dan laki-laki adalah menjadi ‘orang masyarakat’, yakni tidak memikirkan kepentingan diri sendiri atau keluarga saja, tidak gila pangkat, mengerti kedudukan orang lain yang merasa ikut dalam kedudukan itu. Maka, setiap kita punya perannya masing-masing. Dari peran yang timbul di tengah masyarakat, maka perempuan dan laki-laki memiliki hak untuk belajar sebagai bekal pengabdian, sehingga terciptalah kesejahteraan.

Dalam melakukan peran di masyarakat, kita butuh bekal kemampuan, atau sering dikenal dengan potensi atau passion. Allah menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Tentu ini tertulis dalam Al-Quran surat At-Tin ayat 4. Artinya, Allah itu menitipkan kemampuan dalam setiap diri manusia. Allah juga menyebut ‘syakilatih’ arti dalam bahasa arab adalah pembawaannya masing-masing. Dalam tafsir, maksudnya adalah potensi yang diberikan kepada manusia dalam bentuk yang beraneka ragam. Dalam Al-Quran surat Al-Isra ayat 84 ini, Allah menyebutkan bahwa hanya Dia-lah yang mengetahui siapa yang benar jalannya. Maka, dalam makna tersebut, hanya Allah-lah yang tau postensi kita, sehingga hanya kepada-Nya kita memohon ditunjukkan postensi yang dimiliki.

Potensi itu berkaitan erat dengaan bentuk kontribusi, tentu hal ini berkolerasi dengan tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi. Dengan kemampuannya, manusia menjadi problem solver. Ingat, hanya untuk kebaikanlah potensi kita digunakan. Allah menjelaskan dengan gamablang dalam Al-Quran surat Al-Qasas ayat 77 yang artinya, “Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Anugerah Allah yang Ia berikan adalah potensi, dan di ayat tersebut Allah menekankan, postensi kita hanya untuk kebaikan dan mendapatkan pahala negeri akhirat, bukan untuk kerusakan di muka bumi.

Terakhir, aku mengutip pesan dari Buya Hamka dalam buku yang berjudul Pribadi Hebat. “Banyak Profesi dalam masyarakat, dia menjadi mati karena bukan orang masyarakat.”

Materi ini disampaikan pada Kemuslimahan Akbar LDK Al-Faruq Universitas Mercu Buana pada Jumat, 2 Februari 2024.

Share the Post:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts