Ibadah Kuliah Kerja Nyata #2

Selamat hari Jumat, gaes!
Sudah baca Al-Kahfi?

Hari ketiga di Desa Tajur Halang, aku dan beberapa teman mengikuti pengajian ibu-ibu Desa RW 03. Tempatnya sekitar 200 meter dari rumah Ummi, pemiliki rumah yang kami tempati.

Kedatangan kami disambut hangat oleh para ibu yang hadir. Bersalaman penuh rasa menghargai. Diawali dengan membaca shalawat dan doa-doa bahasa sunda yang ditulis dengan bahasa arab. Mendoakan agar selamat kelak saat kiamat dan berisi nasihat-nasihat kehidupan agar tetap berada pada jalan Allah. Yang aku tangkap sih seperti itu. Entah benar atau salah, full bahasa Sunda (padahal aku orang sunda, tapi gak ngerti, ya. Maafkan aku hehehe).

Setelah membaca shalawat dan nasihat-nasihat, kami dipersilakan untuk memperkenalkan diri. Alhamdulillah diterima dengan ramah. kemudian dilanjutkan dengaan ‘doa hadiah’ diperuntukkan untuk orang-orang yang telah lama meninggal dunia seprti syaikh Abdul Qodir Jailani, Sunan Gunung Djati, dan lain-lain.

Nah, yang uniknya adalah ustaz pengisi ceramah duduk di belakang mimbar yang ditutupi tirai sehingga sosok ustaznya tidak terlihat. Ini baru pertama kali aku lihat. Sebelumnya aku pikir memang sengaja ditutup nanti dibuka ketika pembicaranya datang, Karena sebelumnya ada salah satu ibu menyimpan gelas berisi air mineral dari teko yang didoakan oleh ibu-ibu pengajian.

Ya Allah, aku merasa bersalah sekali karena tidak mendengarkan ceramah dengan baik. Bahasa sunda dari setelah salam sampai pembukaan. Duh, bahasa sunda aku gimana, sih! ๐Ÿ™ Tapi ada kok yang aku tangkep dari ceramah ustaznya. Pokoknya mengenai silaturrahim yang harus dilakukan bagi setiap muslim kepada saudaranya.

Sekitar pukul sembilan pengajian diakhiri dengan berdoa kembali, katanya doa menolak bala. Selanjutnya ada ibu-ibu yang minta difoto bareng. Yo wes lah, aku jadi tukang fotonya ๐Ÿ˜€

Nah, gaes. Aku menemukan banyak nilai positif pada pengajian ibu-ibu Desa Tajur Halang RW 03. Aku merasa silaturrahim sangat erat sekali. Aku memperhatikan setiap salaman mereka. Maa Syaa Allah sekali. Terasa sekali menghargai kepada yang lebih tua dan menyayangi pada ibu-ibu muda hehehe. Termasuk juga pada kami, KKN Paku Jajar 132 ๐Ÿ™‚

Nah, sebagai aktivis dakwah, kita perlu tau keadaan masyarakat. Misal kebiasaan-kebiasaan atau ritual saat pengajian dan mengikuti dengan baik sehingga kita bisa memasuki nilai dakwah di dalamnya. Mungkin tidak sekarang, bisa suatu saat nanti ketika kita sudah memahami kondisi masyarakat setempat.

Jangan menutup diri ya, gaes!
Sebagai aktivis dakwah, kita perlu melek melihat kondisi masyarakat. Banyak hal yang dapat dijadikan pelajaran dan tentunya masarakat adalah wadah implementasi kita setelah belajar di dakwah kampus! Ma’annjah!ย 

Share the Post:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

Bahagia yang Tertahan

Saat kumulai menulis ini, baru memasuki Syawal kelima. Saat rasanya lelah badanku belum hilang setelah aksi Palestina bersama Serikat Pengemudi Daring (Speed) empat hari setelah

Read More ยป