Ramdan jadi waktu yang mengajarkan aku untuk meningkatkan produktivitas diri. Mulai dari mengarang kalimat kalimat pada skripis (eh, tolong ini udah gak usah disebutin, harus cepet diselesain! hahaha), membaca buku-buku soal pengendalian tembakau (‘Giant Pack of Lie’ dan ‘Kata Siapa Rokok Makruh?’), membuat konten soal rokok elektronik, dan mencoba menulis esai untuk lomba.
Alhamdulillah jadi penghias hari hari Ramadanku. Selain itu, aku terinspirasi oleh Teh Qoonit, seorang penulis, influencer, dan pembuat konten dakwah kreatif. Maa syaa Allah aku kecipratan nilai positif dari akun Instagramnya sehingga membuat aku benar-benar merasa bangga menjadi pemuda muslim.
Mengapa? karena Islam sangat baik, memberikan aturan-aturan kepada manusia tetapi aturan tersebut tidak membatasi untuk berkarya. Malah, dengan Islam, banyak ide ide kreatif bermunculan. Mengapa merasa bangga? Karena dengan Islam lah lahir orang orang yang peduli, mereka tidak hanya memikirkan hidupnya sendiri tetapi mampu menggerakkan hati orang lain untuk berbuat baik. Karena dengan Islam karya memiliki nafas. Dan itulah brand sebenarnya yang harus dimiliki oleh setiap konten media sosial.
Terdapat postingan di akun @qoonit. Ia berbagi pengalaman mengapa bisa konsisten menulis. Ia menceritakan pertama kali menulis ketika di pesantren diberikan tantangan dari usatznya agar setiap hari membaca satu judul sirah nabawi kemudian dirangkum dan disebar di media sosialnya. Jika satu hari ia tidak membaca dan tidak memperoduksi tulisan hasil dari bacaannya dia dikenai hukuman dengan membayar denda sepuluh ribu.
Dari cerita itulah aku terinspirasi untuk mengikuti kisah Teh Qoonit. Aku berkeinginan untuk menulis secara berkala tentang kisah sahabiah. Caranya adalah aku membaca satu hari satu judul sahabiah. Untuk jadwal konten aku masih menargetkan satu pekan dua konten.
Memutuskan memilih kisah sahabiah tidak asal-asalan. Ada waktu yang aku habiskan untuk memikirkan hal ini. “Kira-kira bahas soal apa, ya?” begitu kira-kira.
Karena saat ini aku sedang tertarik dengan isu ‘gender equality’ dan belum menemukan bahasan kesetaraan gender dengan mengambil contoh perempuan Islam terdahulu jika dibahas di kalangan umum. Ada sedikit merasa bersalah karena aku sebagai perempuan Islam yang pernah diberikan kesempatan berbicara soal hal tersebut tidak menguasai kisah-kisah sahabiah yang sebenarnya mereka pantas diangkat sebagai contoh.
Alasan kedua, karena aku pribadi sering sekali ketika berbicara dengan teman atau pada kesempatan untuk sharing sering lupa dengan nama-nama tokoh Islam masa Rasulullah. Jadi, aku cuma menceritakan cerita hikmahnya tanpa aku sebut namanya karena lupa. Sebenarnya penyampaian kayak gitu buat aku takut karena tidak dipercaya. Jadi kurang nge-klik aja kalau nama tokoh pakai kata panggilan ‘beliau’, ‘yang ini’, atau ‘yang itu’.
Alhasil, aku memutuskan untuk membeli buku Sirah Sahabiah. Aku berharap agar projek ini berhasil. Intinya sih aku harus istikamah dalam membaca dan menulis. Untuk projek ini aku melibatkan kemampuan membaca, menulis, berbicara, dan menggambar. Lengkap gak, tuh? Penasaran kan? hehe. Semoga berkah dan bermanfaat. Aamiin.
Projek pribadi yang santai aja, sih. DIlatarbelakangi karena aku iri sama banyak pemuda Muslim yang menghabiskan waktunya tidak untuk diri sendiri saja. Mereka berkarya dan menggugah hati banyak orang. Aku menyadari betapa tergugah itu luar biasa sekali efeknya pada diri aku. Jadi, betapa aku ingin semakin banyak orang yang tergugah dengan caraku. Semoga Allah mampukan aku. Bismillah.