Entah udah tahun keberapa aku mengunjungi Islamic Book Fair (IBF), pameran buku Islam terbesar di Asia. Pertama kali aku ke IBF sekitar tahun 2012, datang Bersama Ummi ke Jakarta menggunakan commuterline yang masih belum serapi sekarang. Haha.
Rasanya pergi ke IBF itu istimewa banget, momen yang mahal, jadi aku selalu nunggu-nunggu perhelatan ini, walaupun enggak beli banyak buku, cuma mau merasakan euforia pameran buku islami aja udah senang! Dulu, pertama kali ke IBF aku ingat, sepulang sekolah hati sudah membuncah, tak sabar melepas seragam sekolah, berganti baju, lalu pergi. Antusiasnya masih terasa sampai detik ini!
Aku ingat buku pertama yang aku beli di IBF tahun itu, karyanya Ustaz Felix Siauw “Udah Putusin Aja!” sama “Yuk Berhijab!” itu jadi buku yang fenomenal di kalangan anak sekolah pada masanya. Buku edukatif yang full color dengan ilustrasi dari Mbak Benefiko yang menarik banget! Buku itu aku beli pakai uang jajanku yang kutabung beberapa lama, sengaja dikumpulkan untuk beli buku yang aku impikan.
Masuk ke IBF untuk pertama kalinya, seperti ingin berenang di tumpukan buku-buku, dan aku selalu membayangkan punya banyak uang sehingga bisa borong bertumpuk-tumpuk buku dari berbagai penerbit! Haha.
Alhamdulillah aku Kembali datang ke IBF 2023 bareng teman-teman baik sejak di Madrasah Tsanawiyah; Rodhita dan Salmah. Benar saja, tidak bisa kalau datang ke IBF dengan rencana hemat uang untuk tidak beli buku, karena masih ada buku yang belum selesai di rumah. Itu gak berlaku, karena tetap saja tergiur. “Gak papa, kok beli buku gak akan rugi,” kalimat itu yang selalu membesarkan hati aku sebelum akhirnya check out.
Setelah belajar banyak dari buku yang aku baca, khususnya mengenai keislaman, aku menyadari betul bahwa perkembangan zaman seperti saat ini, buku tentang mengenal Allah, Rasulullah dan risalahnya, serta peradaban sejak dahulu kala hingga saat ini, termasuk di dalamnya tokoh-tokoh penting sejarah Islam adalah hal yang mudah diakses dan begitu berharga. Kenapa berharga? Karena di masa ini, kita banyak diberikan pilihan bacaan, yang kemungkinan besar dapat menyesatkan, menjauhkan kita dari ajaran Islam, penyaluran paham-paham yang bisa menjauhkan kita dari sumbernya sumber kehidupan.
Dengan adanya IBF, meruah apresiasi besar dari masyarakat muslim. Artinya kita mendukung para cendikiawan, penulis muslim, dan para antusias buku untuk tetap mempertahankan literasi islam. Jangan sampai literasi yang sudah dibangun ini runtuh karena kelalaian umat Islam, seperti kondisi Dinasti Abbasiyah yang sempat menjadi masa di mana umat Islam punya kejayaan ilmu pengetahuan, yang menjadi sumber dan inspirasi bagi banyaknya ilmuwan Barat.
Kalau pergi ke-IBF aku jadi membayangkan betapa megahnya dulu, saat Islam punya perpustakaan terbesar dunia di Baghdad, yakni Baitul Hikmah, merupakan perpustakaan dan pusat penerjemahan pada masa Dinasti Abbasiyah yang dianggap sebagai pusat intelektual dan keilmuan pada masa zaman kegemilangan Islam (The golden age of Islam).
Kamu tau kan , kalau masa Dinasti Abbasiyah itu masa di mana Islam punya kemakmuran dari segala bidang terutama pendidikan dan ilmu pengetahuan. Sampai-sampai, di pinggir jalan pemandangan anak-anak sedang membaca buku dan belajar adalah pemandangan yang sangat biasa! Kita jadi belajar, kalau ilmu pengetahuan adalah senjata paling mahal!
Di IBF kali ini, aku beli bukunya Ustaz Amar Ar-Risalah terbaru yang berjudul “The Guardian of Islam” dari penerbit kesayangan aku, yaitu Penerbit Gensa! Juga buku mengenal Palestina dari Adara Relief, dan buku berjudul “Siapa Orang Asli Palestina?” yang ditulis oleh Zafarul Islam Khan, Ph.D. Aku sedang ingin memperdalam pengetahuan mengenai Palestina, tentu keinginan ini hasil dari percikan konten-konten edukatif dari Penerbit Gensa. Nagkunya mau jadi bagian dari pembebas Palestina, tapi sejarah Palestina aja gak tau. Apa kata dunia?
Aku ingin mengajak teman-teman untuk terus mencintai literasi; membaca dan menulis. Dengan membaca kita akan menjadi manusia yang utuh, selalu terisi, sehingga selalu ada pesan yang bisa disampaikan. Menulislah, karena dengan menulis kita menciptakan keabadian, mengikat ilmu pengetahuan, serta bermanfaat yang berkepanjangan.