Kenapa sih, sering banget perang? Udahlah, Islam kan agama yang damai. Ngapain juga ditambah ngebahas perang pemikiran segala!
Nah, memang umat Islam selalu dipermasalahkan di mana-mana. Dianggap teroris, gak toleran, gak nasionalisme, dan masih banyak lagi. Dibentur sana dibentur sini, sehingga muncul worldview yang agak-agak melenceng dari Islam.
Tantangannya, ghazwul fikri kerap kali disalah artikan oleh sebagian umat muslim sebagai teori konspirasi. Maka, kita perlu mengembalikan arti gazwul fikri yang sebenarnya.
Apa sih sih sebenarnya ghazwul fikri?
Aku akan berbagi ilmu yang aku dapatkan dari Ustaz Akmal Sjafril di pertemuan pekan ketiga Sekolah Pemikiran Islam (Rabu, 17 Februari 2021).
Pertama kita bahas Ghazwul-nya dulu, ya.
Secara bahasa, ghazwul artinya perang; konfrontasi.
Perang itu bukan kayak tauran yang tiba-tiba mulai berantem antar dua kelompok. Pake senjata buat melawan seadanya, seketemunya, kayak batu yang ditemui di jalan. Perang itu tujuannya sangat terencana, yaitu untuk penaklukan yang mengharuskan kita siap memberikan perlawanan.
Karena tujuannya adalah penaklukan, maka urgensinya, harus dihindari. Perang ini juga bukan seperti pertandingan yang kalau kalah masih bisa salam-salaman sama musuh.
Kedua adalah Fikrah
Fikrah artinya pikiran.
Pikran menjadi penting karena manusia dikendalikan oleh akal. Segala potensi, hanya bisa dimanfaatkan sesuai dengan kondisi akalnya.
Contoh, kita mau bikin blogspot. Kita udah punya laptop, jaringan internet kenceng. Tapi, kalau kita gak mau berpikir gimana caranya bikin blogspot, apakah memiliki blogspot bisa terwujud? tentu tidak. Padahal kalau belum tau caranya bisa tanya ‘mbah’ google.
Fikrah atau pikiran ini, hanya dapat dimenangkan dengan ilmu. Artinya, hanya orang berilmulah yang akan menjadi pemenangnya!
Oke, mari kita elaborasikan arti dari keduanya; ghazwul dan fikrah.
Perang pemikiran. Ya, itu benar sekali! Hahaha. Tapi tidak cukup dengan mengartikan secara bahasa aja, ya.
“Perang itu adalah realita,” begitu kalimat yang diucapkan oleh Ustaz Akmal mengawali keseruan malam itu. Kalau kita sudah tau bahwa perang adalah realita, makanya mau gak mau kita lawan kan, daripada jadi korban? ghazwul fikri itu kan bukan mau kita.
Anggapan bahwa ghazwul fikri adalah konspirasi, justru itulah bentuk ghozwul fikri-nya. Eh paham kan, ya? hihi
Istilah konspirasi yang dilemparkan pada ghazwul fikri menjadi zona nyaman, seolah kita tidak perlu memikirkan solusi perang pemikiran ini. Seakan umat Islam dicegah untuk tidak melakukan perlawanan.
Contoh hal ini adalah kasus penghinaan Nabi Muhammad di Prancis. Nah, konyolnya kita diserang dengan dokumen yang beredar, yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah sosok penyabar, mudah memaafkan, dan memiliki hati yang lapang. Seakan menyuruh umat Islam untuk gak panas, “udah jangan marah-marah. Nabi Muhammad aja lapang dada kok, masa kamu umatnya malah emosi.” begitulah kira-kira pesannya.
Rela gak sih kalau umat Islam dibenturin terus kayak begitu?
Pemikiran-pemikiran kayak gitu tuh benar-benar direncanakan sama musuh-musuh Islam. Karena setiap tahunnya tercetak ratusan misionaris. Lalu, apakah cetakan seperti Dr. Zakir Naik juga lahir ratusan tiap tahunnya? belum tentu. Makanya kita gak boleh berharap sama Dr. Zakir Naik buat debat sama misionaris, apalagi kalau undang beliau ke Indonesia bayarnya pasti mahal ya dari India. (lho kok? hehe)
Perang pemikiran ini, seperti yang aku singgung pada bagian kedua tentang fikrah, kunci agar menang adalah dengan ilmu. Saat umat belum berilmu, maka kita belum bisa bangkit. Udah gitu, kita juga dapat serangan dengan kalimat ‘orang Yahudi lebih pinter dari Islam’. Nah kan tuh. Udahlah, bikin umat jadi pasrah.
Know your enemy
Nah, udah tau Yahudi pinter, terus dia musuh kita, habislah sudah! Hal itu juga merupakan bentuk perang pemikiran, makanya harus hati-hati banget, aku jadi sedih aja gitu ilmu Islam aku belum banyak. Dan jadi bikin aku sadar, kalau aku sudah banyak kalah sama ghazwul fikri ini. Astaghfirullah.
Terus, saat kita mau melawan kezaliman kayak serangan dari orang-orang Yahudi, misalnya nih. Eh ada aja yang bilang, ‘Udah biarin aja, sih masih banyak yang harus diurus. Benerin aja dulu keluarga yang terdekat sama kamu.’
Hey! Ghazwul fikri itu terus menerus ada, sekarang sudah terlalu banyak karena banyak yang mendiamkan. Ngurusin ghazwul fikri sama juga dengan melindungi keluarga. Kalau perang pemikiran ini masih terus ada, emang mau nanti generasi Islam jadi hancur, meninggalkan syariat agamanya?
Contohnya aja ghazwul fikri yang terdapat di RUU PKS. memangnya mau dipenjara hanya karena anak-anak kita menolak dipakaikan pakaian yang menutup aurat? Takut menegur anak pulang malam dan bermain nakal di belakang?
So, kita harus tau siapa musuh kita. Coba dilihat dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 120, kalau orang-orang Yahudi dan Nasrani itu gak akan berhenti ngusik kita, nyerang kita, ngebenturin kita, sampai kita ikut sama mereka.
Serangan pemikiran diawali dengan bahasa yang terdiri dari kata-kata.
Ghazwul fikri itu bermula dari pernyataan atau pertanyaan yang bikin umat Islam goyah kalau belum punyai ilmunya. Misal:
“Semua agama mengajarkan kebenaran.” Sehingga orang-orang menganggap semua agama benar. Bersikap netral. Justru dengan begitulah mereka membuat agama baru, yaitu agama netral. Tidak semua kebenaran di suatu agama masuk ke agama yang lainnya.
“Tuhan tidak pelu dibela.” Memangnya ada bukti kalau Allah minta dibela? Allah gak punya kebutuhan sama hamba-Nya. Justru kita yang membela Allah karena itu kebutuhan kita.
Terdapat pula teori yang memalukan. Tulisan seorang liberal yang bilang kalau ibadah sama maksiat itu harus seimbang. Karena maksiat adalah bagian dari unsur intrinsik manusia, bahkan Adam dan Hawa, baginya mewajarkan mksiat.
Konsep itu adalah worldview-nya dia, bukan worldview-nya Islam. Karena dalam Islam Nabi Adam dan Siti Hawa adalah belajar bertaubat.
Modus penyebaran ghazwul fikri
Ustaz Akmal menyebutkan, terdapat tiga modus sebagai media memasifkan perang pemikiran:
1. Media massa. Ini strategis banget. Karena semakin banyak masyarakat menggunakan internet tak terkecuali untuk mengakses berita-berita yang belum jelas terkonfirmasi kebenarannya. Berita yang panjang bisa dipotong semaunya.
2. Pendidikan. Banyak tokoh-tokoh liberal yang masuk ke instansi pendidikan termasuk di perguruan tinggi.
3. Hiburan. Kalau poin ini Ustaz Akmal ngasih contoh Haji Muhidin di sinetron Tukang Bubur Naik Haji. Ada yang tau gak? Itu lho tokoh yang rajin salat berjamaah ke masjid tapi akhlakless banget. Suka ngomongin orang, sombong, ria. Kan jadi kayak, mmm. “Kok ibadah rajin tapi akhlaknya jelek, sih?” Nyatanya orang yang rajin salat itu tuh gak akan sebobrok itu kok perilakunya. Kalau ibadah baik in syaa Allah akhlak keikut baik.
Nah, terus kita harus apa sih?
“Alat ukur keimanan adalah nahi munkar”
Ada kan, ya hadis yang diriwayatkan oleh Muslim yang bilang kalau kita melihat suatu kemunkaran kita tuh harus bertindak memperbaiki dengan tangan kita, kalau gak mampu kita bisa nasihati pake lisan kita, kalau gak mampu juga doain dan itulah selemah-lemahnya iman.
Semoga penjelasanku mudah dimengerti, ya. Yuk, sama-sama belajar biar jadi muslim yang pemikir. Kita bukan lagi perang secara fisik pakai senjata pistol, bom, dan sebagainya. Saat ini kita perang pemikiran yang senjatanya adalah ilmu; the worldview of Islam.
10 Responses
Wah, keren banget kaka!
Alhamdulillah maa syaa Allah. Terima kasih 🙏😊
Maa syaa Allah kerenn bangeett tehh💖
Maa syaa Allah jazakillahu khair
masya Allah makasih banget kak udah nulis cuplikan materi yg kakak pelajari dg gaya bahasa kakak yg bener2 masuk buat aku. keep going kaak.. love it soo
Wah, keren banget kaka!
Alhamdulillah maa syaa Allah. Terima kasih 🙏😊
Maa syaa Allah kerenn bangeett tehh💖
Maa syaa Allah jazakillahu khair
masya Allah makasih banget kak udah nulis cuplikan materi yg kakak pelajari dg gaya bahasa kakak yg bener2 masuk buat aku. keep going kaak.. love it soo